masukkan script iklan disini
![]() |
| Gambar Ilustrasi oleh Ai |
SUARARAKYAT.MY.ID – Dugaan praktik penyimpangan di tubuh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Kepulauan Selayar semakin kuat mencuat ke publik.
Sejumlah sumber terpercaya mengungkap, oknum di internal instansi penegak Peraturan Daerah (Perda) itu diduga menjadikan para pelanggar perda sebagai ladang cuan pribadi melalui modus “pengamanan berbayar” dan pembiaran terstruktur terhadap pelanggaran tertentu.
“Sudah jadi rahasia umum, ada beberapa tempat usaha yang ‘kebal razia’. Mereka rutin setor ke oknum supaya aman. Pelanggar perda bukan ditindak, tapi dijadikan sumber pendapatan,” ungkap salah seorang sumber, Jumat (31/10/2025).
Menurut informasi yang dihimpun awak media, praktik ini marak di kawasan Benteng Selatan, Benteng Utara, dan Bontosunggu, terutama menyasar tempat hiburan malam, kafe berizin terbatas, serta penjualan minuman keras tanpa izin.
Dalam beberapa kasus, saat dilakukan operasi penertiban, pihak petugas disebut sengaja “memberi aba-aba” agar pemilik usaha menutup sementara tempatnya sebelum razia tiba. Setelah operasi selesai, kegiatan kembali berjalan normal.
“Modusnya sederhana. Ada pemberitahuan sebelum razia, dan setelah itu, pemilik usaha tinggal setor ke oknum tertentu. Begitu terus berulang,” tambah sumber lainnya.
“Setiap kali dengar ada razia, pasti disebut banyak yang disita. Tapi tidak pernah ada pemusnahan barang bukti. Hilang begitu saja,” ujar AF, warga Benteng, yang menilai ada permainan di balik pengelolaan barang bukti.
Warga berharap pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap dugaan penyalahgunaan kewenangan di tubuh Satpol PP. “Kalau dibiarkan, masyarakat tidak akan percaya lagi pada penegakan perda. Hukum bisa dibeli, dan itu sangat berbahaya,” tambahnya.
Hingga berita ini tayang, awak media belum memperoleh keterangan resmi dari pihak Satpol PP Kabupaten Kepulauan Selayar. Upaya konfirmasi yang dilakukan melalui pesan singkat dan sambungan telepon belum masih terus di usahakan
Ketika pelanggar perda dijadikan ladang cuan, maka hukum telah kehilangan arah dan fungsi.
Seragam penegak aturan seharusnya simbol ketegasan, bukan alat tawar-menawar di lapangan. Jika benar praktik pengamanan berbayar ini terjadi, maka integritas Satpol PP tengah dipertaruhkan di mata publik.
Masyarakat Selayar kini menanti langkah tegas dari Pemerintah Daerah apakah berani membersihkan lembaga penegak perda dari praktik kotor, atau membiarkan hukum daerah terus menjadi komoditas dagang di tangan oknum berseragam.


