• Jelajahi

    Copyright © Suara Rakyat
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Latest Post

    Iklan

    Selembar Surat Menggulingkan Keadilan: Perjuangan Ishak Melawan “Hukum yang Dijual”

    , Jumat, Juni 27, 2025 WIB Last Updated 2025-06-27T15:48:57Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Selembar Surat Menggulingkan Keadilan: Perjuangan Ishak Melawan “Hukum yang Dijual”


    Makassar, SUARARAKYAT – Di negeri ini, keadilan terkadang bukan ditentukan oleh hakim, melainkan oleh siapa yang memiliki akses ke stempel dan surat berkop institusi. Inilah kenyataan pahit yang dihadapi Ishak Hamzah bin Hamzah Daeng Taba, warga biasa yang kini tengah berjuang mempertahankan hak atas tanah warisan keluarganya yang telah dijaga turun-temurun.

    Tanpa senjata, tanpa proses pengadilan baru, tanah tersebut tiba-tiba dirampas hanya berbekal selembar surat internal dari Irwasda Polda Sulsel surat yang bahkan bukan merupakan produk hukum. Ironisnya, surat tersebut digunakan untuk menggulingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

    “Surat itu seperti peluru,” kata Andis, SH, kuasa hukum Ishak. “Tapi pelurunya bukan ditembakkan ke tanah, melainkan ke jantung keadilan.”

    Padahal, pengadilan telah menyatakan secara sah bahwa tanah seluas beberapa hektar tersebut adalah milik Ishak. Namun, pihak lawan, Hj. Wafiah Sahrir, justru menguasai dan merusak lahan tersebut, berbekal surat dari Irwasda seolah-olah dalam negara hukum, putusan hakim bisa dikalahkan dengan dokumen internal berstempel institusi.

    Keadilan yang Dipermainkan

    Masalah tak berhenti pada sengketa tanah. Tahun 2021, Ishak tiba-tiba dilaporkan dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin (Pasal 167 KUHP). Belakangan, tuduhan berubah menjadi dugaan pemalsuan dokumen (Pasal 263 ayat 2 KUHP), meski bukti yang diajukan hanya berupa fotokopi Buku F—dokumen yang secara hukum tidak memiliki kekuatan jika tidak dilampiri aslinya.

    Lebih janggal lagi, hasil pemeriksaan laboratorium forensik justru mengarah pada saksi pelapor, bukan pada Ishak. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa ada skenario yang sengaja dirancang untuk menghancurkan seorang warga kecil, dibungkus dalam prosedur hukum yang seharusnya menjadi tempat mencari keadilan.

    Perlawanan Seorang Warga Kecil

    Kasus ini memang belum viral, belum ramai diperbincangkan. Namun pesan yang disampaikannya sangat mengerikan: jika hari ini putusan hakim bisa dikalahkan oleh surat internal polisi, maka esok tanah siapa pun bisa direbut hanya dengan stempel dan jalur belakang. Jika hukum tunduk pada kepentingan, maka tak ada lagi yang aman—selain mereka yang punya koneksi dan kuasa.

    Namun Ishak tidak tinggal diam. Bersama tim hukumnya, ia telah melapor ke Propam Polda Sulsel karena menduga ada penyalahgunaan wewenang. Ia juga mengadukan kasus ini ke Komnas HAM, Ombudsman, dan Kompolnas, karena menilai ini bukan sekadar sengketa tanah, melainkan juga persoalan hak asasi dan etika lembaga negara.

    Ishak bahkan tengah mempersiapkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) untuk membongkar seluruh skenario yang diduganya sarat rekayasa.

    “Ini bukan sekadar tanah,” ucap Ishak lirih, matanya berkaca-kaca.
    “Ini harga diri keluarga. Ini bukti bahwa saya masih hidup di negeri hukum.”

    Andis menambahkan tegas, “Jika hukum tak mampu melindungi yang benar, maka kita hanya tinggal menunggu giliran menjadi korban berikutnya.”

    Kasus Ishak adalah potret telanjang wajah hukum kita hari ini: keadilan bisa dipalsukan, putusan hakim bisa ditindih surat internal, dan rakyat kecil berjuang sendirian. Hari ini Ishak. Besok, mungkin giliran kita. Dan satu-satunya yang bisa menghentikan semua ini adalah kesadaran publik. (Tim)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini